Monday, August 28, 2006
Saringan 3 kali..
Di jaman Yunani kuno, Dr. Socrates adalah seorang terpelajar dan intelektual yang terkenal reputasinya karena pengetahuan dan kebijaksanannya yang tinggi.
Suatu hari seorang pria berjumpa dengan Socrates dan berkata, "Tahukah anda apa yang baru saja saya dengar mengenai salah seorang teman anda?"
"Tunggu sebentar," jawab Dr. Socrates. "Sebelum memberitahukan saya sesuatu, saya ingin anda melewati sebuah ujian kecil. Ujian tersebut dinamakan Ujian Saringan Tiga Kali."
"Saringan tiga kali?" tanya pria tersebut.
"Betul," lanjut Dr. Socrates. "Sebelum anda mengatakan kepada saya mengenai teman saya, mungkin merupakan ide yang bagus untuk menyediakan waktu sejenak dan menyaring apa yang akan anda katakan. Itulah kenapa saya sebut sebagai Ujian Saringan Tiga Kali. Saringan yang pertama adalah KEBENARAN. Sudah pastikah anda bahwa apa yang anda akan katakan kepada saya adalah benar?"
"Tidak," kata pria tersebut,"sesungguhnya saya baru saja mendengarnya dan ingin memberitahukannya kepada anda".
"Baiklah," kata Socrates. "Jadi anda sungguh tidak tahu apakah hal itu benar atau tidak. Sekarang mari kita coba saringan kedua yaitu: KEBAIKAN. Apakah yang akan anda katakan kepada saya mengenai teman saya adalah sesuatu yang baik?"
"Tidak, sebaliknya, mengenai hal yang buruk".
"Jadi," lanjut Socrates, "anda ingin mengatakan kepada saya sesuatu yang buruk mengenai dia, tetapi anda tidak yakin kalau itu benar. Anda mungkin masih bisa lulus ujian selanjutnya, yaitu: KEGUNAAN. Apakah apa yang anda ingin beritahukan kepada saya tentang teman saya tersebut akan berguna buat saya?"
"Tidak, sungguh tidak," jawab pria tersebut.
"Kalau begitu," simpul Dr. Socrates, "jika apa yang anda ingin beritahukan kepada saya... tidak benar, tidak juga baik, bahkan tidak berguna untuk saya, kenapa ingin menceritakan kepada saya?"
Sebuah panah yang telah melesat dari busurnya dan membunuh jiwa yang tak bersalah, dan kata-kata yang telah diucapkan yang menyakiti hati seseorang, keduanya tidak pernah bisa ditarik kembali. Jadi sebelum berbicara, gunakanlah Saringan Tiga Kali.
Sunday, June 04, 2006
Cinta seperti seseorang menunggu bis...
Sebuah bis datang, dan kau bilang "wah...terlalu penuh, nggak bisa duduk nih! Aku tunggu bis berikutnya saja"
Kemudian, bis berikutnya datang. Kamu melihatnya dan berkata, "Aduh bisnya sudah tua dan jelek begini....nggak mau ah...."
Bis selanjutnya datang, tapi dia seakan-akan tidak melihatmu dan melewatimu begitu saja. Bis keempat berhenti di depan kamu. Bis itu kosong, kondisinya masih bagus, tapi kamu bilang, "Nggak ada AC nih, gua bisa kepanasan", maka kamu membiarkan bis ketiga pergi.
Waktu terus berlalu, kamu mulai sadar bahwa kamu bisa terlambat pergi kuliah.
Ketika bis kelima datang, kamu langsung melompat masuk ke dalamnya. Setelah beberapa lama, kamu akhirnya sadar kalau kamu salah menaiki bis. Bis tersebut jurusannya bukan menuju kampusmu!!!
Moral dari cerita ini, sering kali seseorang menunggu orang yang benar-benar "ideal" untuk menjadi pasangan hidupnya. Padahal tidak ada orang yang 100% memenuhi keidealan kita. Tidak ada salahnya memiliki persyaratan untuk "calon", tapi tidak ada salahnya juga memberi kesempatan kepada "bis" yang berhenti di depan kita (tentunya dengan jurusan yang kita inginkan). Apabila ternyata memang "bis" itu tidak cocok, kita masih bisa berteriak,
"Kiri" dan keluar dari bis.
Maka memberi kesempatan pada "bis", semuanya bergantung pada keputusan kita.
Daripada kita harus "jalan kaki menuju kampus" dalam arti meneruskan hidup ini tanpa kehadiran orang yang dikasihi.
Cerita ini juga berarti, kalau kita benar-benar menemukan bis yang "kosong, masih baru, dan ber-AC, dan tentunya sejurusan", kita harus berusaha sekuat tenaga untuk memberhentikan bis tersebut dan masuk ke dalamnya, karena menemukan bis seperti itu adalah suatu berkat yang sangat berharga dan sangat berarti tapi tidak semua orang yang mendapatkannya.
Hidup bukan untuk bercinta tetapi cinta membuat kita hidup.
Love cannot endure indifference. It needs to be wanted. Like a lamp, it needs to be fed out of the oil of another's heart, or its flame burns low.
Tuesday, May 23, 2006
The World Teaches Us : Mengejar Matahari...
Tiba-tiba saja saya duduk di masa dua tahun yang lalu. Pemandangan yang muncul dari balik kaca kereta membawa saya pulang dari kota (yang entah mengapa) saya cintai, Jogja. Meski indah, hamparan sawah yang sesekali diselingi bukit dan perumahan yang tak tertata rapi itu tidak mengundang saya untuk tersenyum. Saya larut… larut dalam sebuah hidangan kekecewaan dan penyesalan yang mendalam. Selalu terpikir: mengapa harus melakukan ini, bukan yang itu?!
Namun Tuhan menunjukkan ke-Mahabaik-anNya. Ia menunjukkan jalan ke seberang bukit di ujung samudera yang mahatenang. Garis langit yang naik turun dan kemilau matahari membuat saya tertegun beberapa kali. Hingga suatu saat, seorang lelaki dengan gayanya yang tenang berujar lembut, “Tak ada waktu untuk memikirkan masa lalu. Siapkan dirimu untuk esok hari.”
Saya kembali. Matahari itu masih seperti yang dulu. Menyilaukan mata saat lapar melanda di siang hari, namun terlalu indah untuk dilewatkan ketika ia harus berpamitan kepada senja. Dan ketika berpaling ke arahnya, bayangan di belakang tubuh itu semakin memanjang, dan kemudian hilang diterpa malam.
Maka berpikir bijaklah. Mengapa ada kaca spion di mobil? Untuk memastikan keadaan di belakang agar kita mampu memastikan arah kita ke depan. Belok kanan, kiri, atau terus melaju. Tapi sadarkah kita bahwa kaca spion itu selalu lebih kecil dari kaca di depan setir mobil kita? Begitulah masa lalu! Dia diciptakan agar kita selalu menggamitnya dalam setiap langkah kita, agar kita mampu belajar dari setiap napas yang pernah berhembus.
Maka tatap! Tataplah masa depan dengan pengaharapan masa lalu. Dan ritual mengejar matahari akan semakin menyenangkan, ketika matahari semakin dekat, dan bayangan selalu menguntit, namun tak akan pernah melampaui tinggi badan kita. Biarkan… biarkan bayangan itu berdansa. Agar keceriaan tak pernah memudar oleh waktu yang semakin menyempit.
waktu yang kumiliki tersangkut di masa lalu
menjinaklah ia dalam renungan seutas kawat pengorbanan
meski sakit, meski pahit
ia berdansa, meliuk-liuk di sela hujaman granat.
Tak lama…. Ia kembali
membawa rintik harapan yang terpasung masa depan,
lalu tersenyum. Manis.
Saturday, May 20, 2006
Waktu...
Demi masa...
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian...
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran...
Waktu merupakan hal yang paling berharga di dunia ini. Namun kadang, manusia lupa akan waktu luang yang Allah telah berikan kepada kita. Pentingnya waktu ini, Allah pun sampai bersumpah demi masa (waktu). Apakah kita makhluknya tidak menyadari hal itu? Ingatlah keberadaan kita di dunia ini. Ingatlah untuk apa kita diciptakan...
Manusia memang tempatnya salah dan dosa. Manusia memang tempatnya khilaf. Termasuk khilafnya manusia akan waktunya. Tapi apakah hal itu dapat dijadikan pembenaran atas kealpaan kita terhadap waktu yang kita lakukan?
Sesungguhnya Allah mentolerir dosa yang kita lakukan. Namun atas 3 hal. Sesuai dengan hadist Rasullulah: "Sesungguhnya Allah mengampuni 3 perilaku umatku, yaitu khilaf, lupa dan terpaksa.
Marilah kita mempergunakan waktu sebaik mungkin. Nikmat waktu adalah salah satu nikmat yang sering disia-siakan oleh manusia.
Ya..manusia memang sering menyi-nyiakan waktunya, karena dunia (memang) tak sempurna...
Semoga kata terakhir diatas, bukan menjadi alasan mengapa kita tak bisa mempergunakan waktu sebaik mungkin. Amin...