Tiba-tiba saja saya duduk di masa dua tahun yang lalu. Pemandangan yang muncul dari balik kaca kereta membawa saya pulang dari kota (yang entah mengapa) saya cintai, Jogja. Meski indah, hamparan sawah yang sesekali diselingi bukit dan perumahan yang tak tertata rapi itu tidak mengundang saya untuk tersenyum. Saya larut… larut dalam sebuah hidangan kekecewaan dan penyesalan yang mendalam. Selalu terpikir: mengapa harus melakukan ini, bukan yang itu?!
Namun Tuhan menunjukkan ke-Mahabaik-anNya. Ia menunjukkan jalan ke seberang bukit di ujung samudera yang mahatenang. Garis langit yang naik turun dan kemilau matahari membuat saya tertegun beberapa kali. Hingga suatu saat, seorang lelaki dengan gayanya yang tenang berujar lembut, “Tak ada waktu untuk memikirkan masa lalu. Siapkan dirimu untuk esok hari.”
Saya kembali. Matahari itu masih seperti yang dulu. Menyilaukan mata saat lapar melanda di siang hari, namun terlalu indah untuk dilewatkan ketika ia harus berpamitan kepada senja. Dan ketika berpaling ke arahnya, bayangan di belakang tubuh itu semakin memanjang, dan kemudian hilang diterpa malam.
Maka berpikir bijaklah. Mengapa ada kaca spion di mobil? Untuk memastikan keadaan di belakang agar kita mampu memastikan arah kita ke depan. Belok kanan, kiri, atau terus melaju. Tapi sadarkah kita bahwa kaca spion itu selalu lebih kecil dari kaca di depan setir mobil kita? Begitulah masa lalu! Dia diciptakan agar kita selalu menggamitnya dalam setiap langkah kita, agar kita mampu belajar dari setiap napas yang pernah berhembus.
Maka tatap! Tataplah masa depan dengan pengaharapan masa lalu. Dan ritual mengejar matahari akan semakin menyenangkan, ketika matahari semakin dekat, dan bayangan selalu menguntit, namun tak akan pernah melampaui tinggi badan kita. Biarkan… biarkan bayangan itu berdansa. Agar keceriaan tak pernah memudar oleh waktu yang semakin menyempit.
waktu yang kumiliki tersangkut di masa lalu
menjinaklah ia dalam renungan seutas kawat pengorbanan
meski sakit, meski pahit
ia berdansa, meliuk-liuk di sela hujaman granat.
Tak lama…. Ia kembali
membawa rintik harapan yang terpasung masa depan,
lalu tersenyum. Manis.